Jumat, 09 April 2010

Rangkuman materi UAS Civics dari grade 7 dan 8

Grade 7 rangkuman bab I
Pengertian Norma, Kebiasaan, Adat-istiadat dan Peraturan
Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan individu atau kelompok lainnya. Interaksi sosial mereka juga senantiasa didasari oleh adat dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya interaksi sosial di dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lain sebagainya.
Masyarakat yang menginginkan hidup aman, tentram dan damai tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut kaidah (berasal dari bahasa Arab) atau norma (berasal dari bahasa Latin) atau ukuran-ukuran.
Norma-norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud: perintah dan larangan. Apakah yang dimaksud perintah dan larangan menurut isi norma tersebut? Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik. Ada bermacam-macam norma yang berlaku di masyarakat. Macam-macam norma yang telah dikenal luas ada empat, yaitu:
a. Norma Agama : Ialah peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, laranganlarangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat. Contoh norma agama ini diantaranya ialah:
a) “Kamu dilarang membunuh”.
b) “Kamu dilarang mencuri”.
c) “Kamu harus patuh kepada orang tua”.
d) “Kamu harus beribadah”.
e) “Kamu jangan menipu”.

b. Norma Kesusilaan : Ialah peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia. Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang berakibat penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat diterima oleh seluruh umat manusia. Contoh norma ini diantaranya ialah :
a) “Kamu tidak boleh mencuri milik orang lain”.
b) “Kamu harus berlaku jujur”.
c) “Kamu harus berbuat baik terhadap sesama manusia”.
d) “Kamu dilarang membunuh sesama manusia”.

c. Norma Kesopanan : Ialah norma yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata krama atau adat istiadat.
Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus dan setempat (regional) dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi segolongan masyarakat, mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian. Contoh norma ini diantaranya ialah :
a) “Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bus dan lain-lain, terutama wanita yang tua, hamil atau membawa bayi”.
b) “Jangan makan sambil berbicara”.
c) “Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat” dan.
d) “Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua”.
Kebiasaan merupakan norma yang keberadaannya dalam masyarakat diterima sebagai aturan yang mengikat walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah. Kebiasaan adalah tingkah laku dalam masyarakat yang dilakukan berulangulangmengenai sesuatu hal yang sama, yang dianggap sebagai aturan hidup . Kebiasaan dalam masyarakat sering disamakan dengan adat istiadat.
Adat istiadat adalah kebiasaan-kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam masyarakat dengan maksudmengatur tata tertib. Ada pula yang menganggap adat istiadat sebagai peraturan sopan santun yang turun temurun Pada umumnya adat istiadat merupakan tradisi. Adat bersumber pada sesuatu yang suci (sakral) dan berhubungan dengan tradisi rakyat yang telah turun temurun, sedangkan kebiasaan tidak merupakan tradisi rakyat.


d. Norma Hukum : Ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa berupa peraturan perundangundangan, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama. Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara. Contoh norma ini diantaranya ialah :
a) “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa/nyawa orang lain, dihukum karena membunuh dengan hukuman setingi-tingginya 15 tahun”.
b) “Orang yang ingkar janji suatu perikatan yang telah diadakan, diwajibkan mengganti kerugian”, misalnya jual beli.
c) “Dilarang mengganggu ketertiban umum”.
Hukum biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan yang tertulis, atau disebut juga perundang-undangan. Perundang-undangan baik yang sifatnya nasional maupun peraturan daerah dibuat oleh lembaga formal yang diberi kewenangan untuk membuatnys.Oleh karena itu,norma hukum sangat mengikat bagi warga negara.


Grade 8 Rangkuman bab II,III
Ideologi secara praktis diartikan sebagai system dasar seseorang tentang nilai-nilai dan tujuan-tujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Jika diterapkan oleh Negara maka ideology diartikan sebagai kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik sebagai individu, social, maupun dalam kehidupan bernegara.
Pancasila sebagai Ideologi Terbuka, Pancasila jika dilihat dari nilai-nilai dasarnya, dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka. Dalam ideology terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar, bersifat tetap dan tidak berubah. Oleh kareanya ideology tersebut tidak langsung bersifat operasional, masih harus dieksplisitkan, dijabarkan melalui penafsiran yang sesuai dengan konteks jaman. Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki ideologi-ideologi idealitas, normative dan realities.
Perbandingan antara Ideologi Liberalisme, Komunisme dan Pancasila
a. Liberalisme
Jika dibandingkan dengan ideology Pancasila yang secara khusus norma-normanya terdapat di dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka dapat dikatakan bahwa hal-hal yang terdapat di dalam liberalisme terdapat di dalam pasal-pasal UUD 1945, tetapi Pancasila menolak liberalisme sebagai ideology yang bersifat absolutisasi dan determinisme.
b. Ideologi Komunis
Ideologi komunisme bersifat absolutisasi dan determinisme, karena memberi perhatian yang sangat besar kepada kolektivitas atau masyarakat, kebebasan individu, hak milik pribadi tidak diberi tempat dalam Negara komunis. Manusia dianggap sebagai “sekrup” dalam sebuah kolektivitas.
c. Ideologi Pancasila
Pancasila sebagai Ideologi memberi kedudukan yang seimbang kepada manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Pancasila bertitik tolak dari pandangan bahwa secara kodrati bersifat monopluralis, yaitu manusia yang satu tetapi dapat dilihat dari berbagai dimensi dalam aktualisasinya.
d.Ideologi Kapitalis.Demokrasi kapitalis merupakan ideologi yang dianut negara-negara Barat dan Amerika. Landasannya adalah pemisahan agama dari negara, atau pemisahan agama dengan urusan kehidupan. Mereka mengenal semboyan berikan hak kaisar untuk kaisar dan hak Tuhan untuk Tuhan. Dengan demikian ideologi kapitalis berpendapat bahwa manusialah yang berhak mengatur kehidupannya sendiri.



Bab II , III dan IV Konstitusi Indonesia
A. Pengertian dan fungsi konstitusi.
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar berisi ketentuan
yang mengatur hal-hal yang mendasar dalam
bernegara. Hal-hal yang mendasar itu misalnya tentang
batas-batas kekuasaan penyelenggara pemerintahan negara,
hak-hak dan kewajiban warga negara dan lain-lain.
Menurut Sri Soemantri (1987), suatu konstitusi biasanya
memuat atau mengatur hal-hal pokok sebagai berikut.
1. jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga
negara
2. susunan ketatanegaraan suatu negara
3. pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan
Konstitusi yang memuat seperangkat ketentuan atau
aturan dasar suatu negara tersebut mempunyai fungsi
yang sangat penting dalam suatu negara. Mengapa? Sebab,
konstitusi menjadi pegangan dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara. Dengan kata lain, penyelenggaraan
negara harus didasarkan pada konstitusi dan tidak bertentangan
dengan konstitusi negara itu. Dengan adanya
pembatasan kekuasaan yang diatur dalam konstitusi,
maka pemerintah tidak boleh menggunakan kekuasaannya
secara sewenang-wenang.

B. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia.

Untuk memahami pelaksanaan konstitusi atau UUD
pada setiap periode tersebut, perhatikan uraian di bawah
ini dengan seksama!

1. UUD 1945 periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Pada saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945, negara Republik Indonesia belum memiliki
konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya
tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah
satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian
disebut UUD 1945. Mengapa UUD 1945 tidak ditetapkan
oleh MPR sebagaimana diatur dalam pasal 3 UUD
1945? Sebab, pada saat itu MPR belum terbentuk.
Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai
penjelasannya dimuat dalam Berita Republik Indonesia
No. 7 tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga
bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan.
Perlu dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16
bab yang terbagi menjadi 37 pasal, serta 4 pasal Aturan
Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan.
Bagaimana sistem ketatanegaraan menurut UUD
1945 saat itu? Ada beberapa hal yang perlu kalian ketahui,
antara lain tentang bentuk negara, kedaulatan, dan sistem
pemerintahan.
Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat
(1) UUD 1945 yang menyatakan “negara Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk republik”. Sebagai negara
kesatuan, maka di negara Republik Indonesia hanya ada
satu kekuasaan pemerintahan negara, yakni di tangan
pemerintah pusat. Di sini tidak ada pemerintah negara bagian
sebagaimana yang berlaku di negara yang berbentuk
negara serikat (federasi). Sebagai negara yang berbentuk
republik, maka kepala negara dijabat oleh Presiden. Presiden
diangkat melalui suatu pemilihan, bukan berdasar
keturunan.
Mengenai kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2)
yang menyatakan “kedaulatan adalah di tangan rakyat
dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan
Rakyat”. Atas dasar itu, maka kedudukan Majelis Permusywaratan
Rakyat (MPR) adalah sebagai lembaga tertinggi
negara. Kedudukan lembaga-lembaga tinggi negara
yang lain berada di bawah MPR.
Mengenai sistem pemerintahan negara diatur dalam
Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar”. Pasal tesebut menunjukkan bahwa sistem
pemerintahan menganut sistem presidensial. Dalam sistem
ini, Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai
kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana
tugas pemerintahan adalah pembantu Presiden yang
bertanggung jawab kepada Presiden, bukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR).
Perlu kalian ketahui, lembaga tertinggi dan lembagalembaga
tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen)
adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b. Presiden
c. Dewan Pertimbanagan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)


2. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949
Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak
luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan
menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecahbelah
bangsa Indonesia dengan cara membentuk negaranegara
”boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara
Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa
Timur di dalam negara RepubIik Indonesia.
Bahkan, Belanda kemudia melakukan agresi atau
pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan
Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer
II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan
pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan
menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den
Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949.
Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia,
BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan
negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan
Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia.
KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan
pokok yaitu:
1. didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;
2. penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia
Serikat; dan
3. didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi
negara serikat mengharuskan adanya penggantian
UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik
Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh
delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar.
Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan
tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan
suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia
Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah
yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan
197 pasal, serta sebuah lampiran.
Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1
ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “ Republik Indonesia
Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum
yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah
menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat
beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki
kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya.
Negara-negara bagian itu adalah : negara Republik Indonesia,
Indonesia Timur, Pasundan, Jawa timur, Madura,
Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat
pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri,
yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan
Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara,
dan Kalimantan Timur.
Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945
tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian Republik
Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan
Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta.
Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa
berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer.
Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2
Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa ”Presiden
tidak dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden tidak dapat
dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan.
Sebab, Presiden adalah kepala negara, tetapi
bukan kepala pemerintahan. Kalau demikian, siapakah
yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas
pemerintahan? Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa
”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya
maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”.
Dengan demikian, yang melaksanakan dan mempertanggungjawabkan
tugas-tugas pemerintahan adalah menterimenteri.
Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat
oleh Perdana Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah
bertanggung jawab? Dalam sistem pemerintahan parlementer,
pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen
(DPR).nkuiri Nilai
Perlu kalian ketahui bahwa lembaga-lembaga negara
menurut Konstitusi RIS adalah :
a. Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan

3. Periode Berlakunya UUDS 1950
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negaranegara
bagian dalam negara RIS, sehingga hanya tinggal
tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia,
Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.
Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan
antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur
dan Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia
untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan
tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan
tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat
menjadi negara kesatuan diperlukan suatu UUD negara
kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh dengan cara memasukan
isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik
dari Konstitusi RIS.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-
Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang Undang-
Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak
tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal
tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950,
dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 terdiri atas
Mukadimah dan Batang Tubuh, yang meliputi 6 bab dan
146 pasal.
Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan
dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi “Republik
Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu
negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
Sistem pemerintahan yang dianut pada masa
berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan
parlementer. Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS
1950 ditegaskan bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden
tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada
ayat (2) disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung
jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik
bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing
untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung
jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan
adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut bertanggung
jawab kepada parlemen atau DPR.
Perlu kalian keahui bahwa lembaga-lembaga negara
menurut UUDS 1950 adalah :
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Mahkamah Agung
e. Dewan Pengawas Keuangan
Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara.
Sifat kesementaraan ini nampak dalam rumusan
pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga
Pembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekaslekasnya
menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan
menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih
melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan
tanggal 10 November 1956 di Bandung.
Sekalipun konstituante telah bekerja kurang lebih
selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih belum
berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab
ketidakberhasilan tersebut adalah adanya pertentangan
pendapat di antara partai-partai politik di badan konstituante
dan juga di DPR serta di badan-badan pemerintahan.
Pada pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno
menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali
ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada
UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para anggota
Konstituante tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda.
Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan
pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga
kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung
anjuran Presiden tersebut belum memenuhi persyaratan
yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir.
Atas dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan
bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden
Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang
isinya adalah:
1. Menetapkan pembubaran Konsituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak
berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan
konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan
Republik Indonesia.

4. UUD 1945 Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999
Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya
UUD 1945 sejak 5 Juli 1959- 19 Oktober 1999 ternyata
mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa
penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD
1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi
dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan
periode Orde Baru (1966-1999).
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan
politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang
dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan
UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan
pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden
dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR
terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.
Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik
lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik,
keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk.
Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan
G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan
bangsa dan negara.
Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir.
Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada
Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966
(Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan
bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan
serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya
Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde
Baru.
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu
kenyataan? Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi,
prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih
terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir
sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya
kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap
kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah.
Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD
1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes (fleksibel),
sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan.
Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan
UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan
pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan
dan tidak merubah UUD 1945.

5. UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999 - Sekarang
Seiring dengan tuntutan reformasi
dan setelah lengsernya
Presiden Soeharto sebagai penguasa
Orde Baru, maka sejak
tahun 1999 dilakukan perubahan
(amandemen) terhadap UUD 1945.
Sampai saat ini, UUD 1945 sudah
mengalami empat tahap perubahan,
yaitu pada tahun 1999, 2000,
2001, dan 2002. Penyebutan UUD
setelah perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945
telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan
itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan
umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil
Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan
daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi
manusia.
Pertanyaan kita sekarang, apakah UUD 1945 yang
telah diubah tersebut telah dijalankan sebagaimana mestinya?
Tentu saja masih harus ditunggu perkembangannya,
karena masa berlakunya belum lama dan masih masa
transisi. Setidaknya, setelah perubahan UUD 1945, ada
beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyat
secara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden, dan pemilihan Kepala Daerah
(Gubernur dan Bupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu
lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut
negara kita.
Perlu kalian ketahui bahwa setelah melalui serangkaian
perubahan (amandemen), terdapat lembaga-lembaga
negara baru yang dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga
negara yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung
(DPA). Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah
amandemen adalah :
a. Presiden
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Dewan Perwakilan Daerah
e. Badan Pemeriksa Keuangan
f. Mahkamah Agung
g. Mahkamah Konstitusi
h. Komisi Yudisial

C. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Pada dasarnya, pembuatan undang-undang melalui beberapa tahap, yaitu perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan (Pasal 1 ayat 1 UU No. 10 tahun 2004).
1. Tahap perencanaan
Perencanaan adalah proses dimana DPR dan Pemerintah menyusun rencana dan skala prioritas UU yang akan dibuat oleh DPR dalam suatu periode tertentu. Proses ini diwadahi oleh suatu program yang bernama Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Pada tahun 2000, Prolegnas merupakan bagian dari Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang dituangkan dalam bentuk UU, yaitu UU No. 20 Tahun 2000. Dalam UU PPP, perencanaan juga diwadahi dalam Prolegnas, hanya saja belum diatur lebih lanjut akan dituangkan dalam bentuk apa. Sedangkan ketentuan tentang tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres) (Setyowati & Solikhin, 2007).
2. Tahap persiapan
Pasal 17 ayat 1 menyebutkan, ‘Rancangan undang-undang baik yang berasal dari Dewan Pewakilan Rakyat, Presiden, maupun dari Dewan Perwakilan Daerah disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional’. Rancangan undang-undang yang dapat diajukan sebagai diatur dalam ayat 2 adalah rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Penyusunan rancangan undang-undang sebagai dimaksud oleh pasal 17 ayat 1 dapat dilakukan di luar program legislasi nasional (prolegnas) dalam keadaan tertentu (Pasal 17 ayat 3).
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa tahap persiapan pembentukan undang-undang dimulai dengan pengusulan rancangan undang-undang oleh lembaga-lembaga tinggi negara yang telah disebutkan disertai dengan surat resmi sebagai pemberitahuan kepada lembaga lainnya. Setelah draft rancangan diterima, maka wakil dari lembaga negara melakukan pembahasan rancangan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
3. Teknik penyusunan
Penyusunan RUU dilakukan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, disebut sebagai pemrakarsa, yang mengajukan usul penyusunan RUU. Penyusunan RUU dilakukan oleh pemrakarsa berdasarkan Prolegnas. Namun, dalam keadaan tertentu, pemrakarsa dapat menyusun RUU di luar Prolegnas setelah terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada presiden. Pengajuan permohonan ijin prakarsa ini disertai dengan penjelasan mengenai konsepsi pengaturan UU yang meliputi (i). urgensi dan tujuan penyusunan, (ii). sasaran yang ingin diwujudkan, (iii). pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur, dan (iv). jangkauan serta arah pengaturan.
Sementara itu, Perpres No. 68/2005 menetapkan keadaan tertentu yang memungkinkan pemrakarsa dapat menyusun RUU di luar Prolegnas yaitu (a). menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang; (b). meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional; (c). melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi; (d). mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik atau bencana alam; atau (e). keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi DPR dan menteri yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang peraturan perundang-undangan.
Dalam hal RUU yang akan disusun masuk dalam Prolegnas maka penyusunannya tidak memerlukan persetujuan izin prakarsa dari presiden. Pemrakarsa dalam menyusun RUU dapat terlebih dahulu menyusun naskah akademik mengenai materi yang akan diatur. Penyusunan naskah akademik dilakukan oleh pemrakarsa bersama –sama dengan departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan. Saat ini departemen yang mempunyai tugas dan tanggung jawab diidang peraturan perundang-undangan adalah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephukham). Selanjutnya, pelaksanaan penyusunan naskah akademik dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian (Setyowati & Sholikin, 2007).
4. Tahap pembahasan
Pembahasan RUU terdiri dari dua tingkat pembicaraan, tingkat pertama dalam rapat komisi, rapat Baleg ataupun Pansus. Sedangkan pembahasan tingkat dua dalam rapat paripurna DPR (Setyowati, 2006).
a. Pembahasan tingkat pertama
Pembahasan tingkat pertama melalui tahap-tahap berikut, yaitu:
1. Pandangan fraksi-fraksi, atau pandangan fraksi-fraksi dan DPD apabila RUU berkaitan dengan kewenangan DPD. Hal ini bila RUU berasal dari presiden. Sedangkan bila RUU berasal dari DPR, pembicaraan tingkat satu didului dengan pandangan dan pendapat presiden, atau pandangan presiden dan DPD dalam hal RUU berhubungan dengan kewenangan DPD.

2. Tanggapan presiden atas pandangan fraksi atau tanggapan pimpinan alat kelengkapan DPR atas pandangan presiden.
3. Pembahasan RUU oleh DPR dan presiden berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
Dalam pembahasan tingkat pertama dapat juga dilakukan:
1. Rapat Dengar Pendapat Umum(RDPU).
2. Mengundang pimpinan lembaga negara atau lembaga lain apabila materi RUU berhubungan dengan lembaga negara lain.
3. Diadakan rapat intern
b. Pembahasan tingkat dua
Pembahasan tingkat dua melputi tahap-tahap sebagai berikut:
1. Laporan hasil pembicaraan tingkat I
2. Pendapat akhir fraksi
3. Pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya
5. Tahap pengesahan
Tahap ini dilakukan setelah rancangan undang-undang telah disepakati dalam rapat pembahasan rancangan undang-undang oleh DPR dan lembaga negara lainnya, termasuk Presiden. Pengesahan undang-undang dilakukan oleh Presiden paling lambat lima belas hari kerja sejak rancangan undang-undang yang disepakati dikirim oleh DPR kepada Presiden.

6. Tahap pengundangan
Rancangan undang-undang yang telah ditandatangani oleh Presiden dikirim ke Sekretariat Negara untuk diregistrasi dan diundangkan. Undang-undang ini kemudian dimasukkan dalam lembaran negara.
7. Penyebarluasan
Penyebarluasan undang-undang yang telah disahkan dan diundangkan dapat disebarluaskan melalui berbagi media, baik media cetak maupun media elektronik. Selain itu, undang-undang yang telah disahkan dapat disebarkan melalui internet, antara lain melalui website resmi DPR.
D. Tataurutan Perundang-undangan nasiona menurut UU no. 10 tahun 2004
Adapun tataurutan perundang-undangan nasional Indonesia adalah :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.

Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat meliputi:
a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama
dengan gubernur;
b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota
bersama bupati/walikota;
c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama
lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

1 komentar:

  1. Ini rangkuman bahan grade 7 dan 8, silahkan untuk grade 9 anda pelajari dari buku. Semoga bermanfaat dan sukses menyertai kalian semua.

    BalasHapus